
Kedua. Wanita diciptakan untuk menjadi penolong yang sepadan (ayat 18). Mengapa ? Karena tugas manusia untuk mengelola taman Eden bukan untuk dikerjakan sendirian. Semua binatang yang diciptakan Allah sebelum manusia pertama dijadikan, tidak dapat disepadankan dengan dirinya (ayat 20). Maka wanita diciptakan sebagai " penolong yang sepadan " untuk mendampingi manusia itu dalam menunaikan tugas mulia tersebut. Penolong sering dimengerti sebagai sekedar sistem yang berstatus lebih rendah daripada yang ditolong. Padahal kata yang sama digunakan juga untuk menyatakan bahwa Allah adalah penolong Israel (Ul. 33 : 26). Oleh karena itu, penolong di sini justru memiliki fungsi komplit artinya saling melengkapi. Wanita diciptakan untuk melengkapi pria, sehingga keduanya dapat mewujudkan karya pemeliharaan Allah bagi dunia ini. "Perempuan tidak diciptakan dari kepala laki-laki untuk mengatur laki-laki, juga bukan dari kakinya untuk diinjak-injak, tetapi dari rusuknya, di bawah lengannya untuk dilindungi dan paling dekat hatinya untuk dikasihi." Di dalam kisah penciptaan perempuan juga ditampilkan sebagai sepenuhnya bergantung pada suaminya dan tidak lengkap tanpa suaminya itu.
Demikian pula laki-laki tidak pernah lengkap tanpa perempuan/isterinya. Kenyataan ini merupakan kehendak Allah. Karena perempuan diciptakan dari rusuk laki-laki, dia terikat kepada laki-laki dan berkewajiban untuk menjadi penolong baginya. Laki - laki berkewajiban memberikan perlindungan penuh. Keduanya merupakan satu keutuhan yang sempurna, puncak ciptaan. Penulis Kitab Kejadian menyatakan bahwa dibangun (bana) Allah dari rusuk yang telah diambil dari laki - laki itu menjadi perempuan. Tangan yang telah membentuk tanah liat menjadi tubuh laki - laki mengambil sebagian dari tubuh hidup tersebut dan dibangun menjadi perempuan.
Ketiga. Wanita diciptakan dari rusuk pria. Itu sebabnya manusia itu bisa menyatakan tentang pasangannya, "Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku..." (ayat 23). Ada tekanan dengan kesatuan esensi pria dan wanita. Kesatuan esensi inilah yang mendorong adanya persatuan suami istri yang melebihi sekedar persatuan tubuh (seks), melainkan juga dalam setap aspek kehidupan mereka. Kesetraan inilah yang harus mendasari pernikahan Kristen. Pria dan wanita yang sama derajat di hadapan Allah memberi diri dipersatukan agar dapat dipakai Allah untuk menjadi alat anugerah-Nya bagi dunia ini. Persatuan ini harus dipelihara dengan tetap saling memberi diri sebagai wujud saling melengkapi, serta menjaga keterbukaan satu sama lainnya. Kekudusan pernikahan berlandaskan pada inti Alkitab itu sendiri, dan senantiasa digarisbawahi sebagai hal pokok oleh Roh Kudus. Allah menghendaki agar makhluk - makhluk yang Ia ciptakan menurut gambar-Nya itu menjadi bejana pilihan-Nya untuk mendirikan sebuah rumah tangga yang menyenangkan bagi-Nya.
Di dalam Perjanjian Baru, Roh Kudus mengungkapkan : hubungan antara laki - laki dan perempuan yang ditetapkan Allah berdasarkan tatanan penciptaan; kepemimpinan keluarga ada di tangan suami; kesucian abadi dari janji pernikahan; jenis kasih yang seharusnya mempersatukan suami dengan isteri; kemurnian yang hendaknya dimiliki orang - orang yang melambangkan mempelai perempuan untuk siapa Kristus mengorbankan nyawa-Nya. Amin. HKBP MENTENG MEDAN.