Luhut Pandjaitan : " gereja harus ikut berperan, jangan jadi penonton, tetapi harus mendorong agar kondisi bangsa menjadi lebih baik lagi."
JAKARTA,PGI.OR.ID-Menyikapi situasi dan kondisi bangsa terakhir ini,
Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menggelar diskusi bertajuk
Situasi Kebangsaan Terkini dan Respons Gereja di Graha Oikoumene, Kamis
(1/12).
Saat pembukaan, Ketua PGI Pdt. Dr. Bambang Hermanto Widjaja menegaskan,
hiruk-pikuk baik melalui media sosial maupun melalui pengerahan massa
dengan tujuan memaksakan kehendak kepada pemerintah yang terjadi pada
akhir-akhir ini, membuat telinga hati kita terasa bising, menyita energi
dan perhatian, bahkan menimbulkan kekhawatiran di hati sebagian warga
masyarakat, termasuk warga gereja.
Lanjut Pdt. Bambang, keresahan semakin bertambah dengan munculnya berita dalam beberapa hari terakhir tentang Undang-undang Perlindungan Umat Beragama (PUB), yang akan menjadi salah satu prioritas dalam Prolegnas tahun 2017. Padahal selama 2 tahun terakhir draft RUU PUB ini sempat dalam keadaan moratorium.
“Pertanyaan besar muncul di hati masyarakat khususnya warga gereja,
apakah kebebasan beragama di negeri kita ini masih akan terjamin? Apakah
bangsa ini masih mempertahankan kemajemukan? Karena pada dasarnya yang
kita sadari kita bukan memerlukan perlindungan umat beragama, tetapi
yang kita perlukan adalah perlindungan kebebasan beragama,” tegasnya.
Dalam diskusi tersebut, nara sumber Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan, banyak hal yang
menyebabkan situasi sekarang ini, diantaranya ada yang merasa kurang
nyaman dengan Presiden Jokowi, pertikaian politik, dan kecemburuan. “Kok
presidennya dari kota Solo, lalu dari gubernur tiba-tiba jadi presiden.
Dipikir dua tahun dibawah kepemimpinan Jokowi bakal tengkurep tetapi
kenyataannya terus naik. Jadi kecemburuan itu ada, dan banyak
bumbu-bumbu permasalahannya,” jelasnya.
Peserta diskusi Situasi Kebangsaan Terkini dan Respons Gereja
Di tengah kondisi yang ada, Luhut melihat gereja harus ikut berperan,
jangan jadi penonton, tetapi harus mendorong agar kondisi bangsa menjadi
lebih baik lagi. Dan, mampu berperan aktif. Gereja juga harus melakukan
introspeksi untuk melihat bagaimana peran gereja betul-betul dirasakan
oleh masyarakat.
Lebih jauh Luhut menjelaskan, situasi kebangsaan kita ini tidak lepas
pula dari berbagai tantangan, baik eksternal maupun internal. Secara
eksternal, dia mencontohkan krisis di Timur Tengah, Syria, yang memiliki
dampat terhadap Indonesia sebagai negara kepulauan. Sayangnya, krisis
ini tidak diketahui sampai kapan akan berakhir. “Sekarang fenomena
ancaman radikalisme dan terorisme itu relatif kami tahu. Intelejen kita
bekerja dengan baik maka kita tidak perlu khawatir, tetapi kita tetap
perlu waspada,” ujarnya.
Demikian pula tantangan kondisi ekonomi global dan ketidakpastian.
Menurutnya, pertama dalam sejarah dunia, bahwa hampir sepuluh tahun
keadaan ekonomi dunia masih belum membaik. Namun demikian, yang relatif
baik pertumbuhan ekonominya, secara khusus di negara-negara Asian, yaitu
Indonesia.
“Sementara tantangan ketidakpastian, kita tidak tahu apa yang akan
terjadi pada 20 Januari nanti, terkait terpilihnya Trump sebagai
Presiden Amerika. Setelah 20 Januari baru bisa kita melihat kira-kira
arah Amerika ini mau kemana. Berapa besar kampanye yang dibuat Trump
bisa dia laksanakan, dan berapa besar dampaknya bagi kita. Tetapi dari
awal kita sudah waspada. Jadi stabilitas dalam negeri menjadi penting.
Kalau dalam negeri tidak punya stabilitas kita akan sama dengan negara
lain yang mengalami bermacam persoalan,” jelas Luhut.
Tantangan internal lainnya menurut mantan Menkopolhukam ini yaitu adanya
kesenjangan pendapatan. Meski demikian pemerintah telah berupaya
mengurangi kesenjangan tersebut dan hasilnya di tahun 2014-2015 terjadi
penurunan kesenjangan pendapatan hingga 3,9 persen. Sedangkan stabilitas
ekonomi Indonesia yang menurun sejak 2012, mengalami kenaikan di
kwartal ketiga 2015, hingga sekarang.
“Artinya ekonomi kita sudah keluar dari kemungkinan resesi yang terjadi.
Inflasi kita dibawah 4 persen, ini satu hal yang bagus. Dan semua
mengalami penurunan termasuk angka kemiskinan dan pengangguran,”
tandasnya.
Tantangan internal lainnya yaitu pembangunan yang masih belum merata,
dan bonus demografi. Bonus demografi menurut Luhut, adalah isu yang baik
namun waktunya tidak lama lagi. “Memang betul GDP kita ada 900 triliun.
Ini memang angka yang spektural, tetapi angka ini menurut saya akan
lebih besar kalau re-evaluasi aset segera dilaksanakan, tax amnesty
jalan,” ujarnya.
Sumber :http://pgi.or.id/luhut-pandjaitan-gereja-harus-ikut-berperan-jangan-jadi-penonton/